17/07/14

2

Gorontalo, Sedikit Kekayaan Punya Indonesia

Posted on 17 Juli 2014


Tumbilotohe, salah satu tradisi budaya Gorontalo, menyalakan lilin/obor sebanyak-banyak menjelang Hari Raya Idul Fitri. Dengan berbagai kreasi dan sebagian dialirkan di sungai yang membelah kota tersebut. (Sumber Gambar : http://sahabat.kratonpedia.com/data/user/foto/34.jpg)
 "Olohiyo butuhiyo,lanthingiyo polangiyo". Adakah diantara kalian yang pernah mendengar pepatah tersebut. Tentunya sebagian dari kalian mungkin pernah mendengar pepatah tersebut, utamanya buat mereka-mereka orang Gorontalo. Ya, Gorontalo, merupakan sebagian kecil kekayaan Indonesia yang mempunyai peribahasa yang bermakna "siapa rajin dia kenyang, siapa malas dia kelaparan".
 
Sumber Gambar : http://diasporagorontalo.org/wp-content/uploads/2014/06/ei.jpg
 Saat ini, Kamis, 17 Juli 2014, tepatnya pada pukul 23.00 WIB. Sebuah stasiun televisi swasta nasional tengah mengupas peribahasa Gorontalo yang telah saya uraikan sedikit beserta maknanya di atas. Satu hal yang dapat dipetik dari peribahasa tersebut, suatu hasil tidak akan pernah datang secara cuma-cuma, melainkan membutuhkan usaha bagi siapapun yang ingin mendapatkannya. Mereka ada diantara kita, tinggal bagaimana kita, mau atau tidak untuk sedikit berusaha meraihnya.
 
Logo Propinsi Gorontalo (Sumber Gambar : http://regional.gapeksindo.co.id/image/gorontalo.jpg)
Berbicara mengenai Gorontalo, saya mempunyai kenangan khusus dengan propinsi ini, lebih tepatnya dengan salah satu pemudi yang super hebat dari propinsi ini. Ya, perkenalkan, namanya Silvana Panigoro. Putri Gorontalo yang sangat ramah dan energik ini biasa dipanggil Vana, tetapi karena usia saya yang lebih muda, otomatis saya akrab memanggilnya Kak Vana.
 
Silvana Panigoro, Representative of Gorontalo Province for Indonesia-Korea Youth Exchange Program 2012
Kak Vana merupakan pasangan (couple) saya ketika saya menjalani program Indonesia-Korea Youth Exchange Program (IKYEP) di tahun 2012 silam. Saat itu kami (saya dan Kak Vana) kebetulan bisa menjadi pasangan karena kami mempunyai tinggi badan yang sama, lebih tepatnya, kami berdua adalah peserta dengan tinggi badan terndah di antara peserta lainnya, hehehe.
 
Lihat, betapa pendeknya kami dibanding peserta yang lain, hahaha. Karena kami pendek, jadi kami selalu di depan, hehehe.
Itu sekilas tentang bagaimana kami bisa menjadi pasangan dalam program tersebut. Tapi ternyata, lebih di balik itu, Allah sudah merencanakan semua itu. Putri Gorontalo yang selalu riang gembira ini melengkapi perjalanan saya selama di Korea Selatan untuk menyelesaikan program. Sepanjang program saya merasa sangat dekat dan terhibur dengan semua kelakuan yang Kak Vana lakukan. Meski kami mempunyai tautan perbedaan umur sedikit banyak, tapi hal itu tak membuat kami merasa terbatas, karena Kak Vana mampu berperan dan berjiwa muda dengan energinya yang tak pernah habis.
 
Foto ini kami ambil di malam hari beberapa jam setelah kita memijakkan kaki di Negeri Gingseng. Saat itu kami dalam perjalanan dari Bandara Incehon menuju suatu restoran untuk makan malam.
Setiap saat setiap waktu di dalam bis, ketika dalam perjalanan, Kak Vana selalu menghibur kami semua (kontingen Indonesia) dengan suara emasnya. Salah satu bakat yang paling menonjol dari Kak Vana adalah bakat menyanyinya. Suara emasnya selalu mewarnai hari-hari kami selama di Korea Selatan.
Jika mengingat sosok Kak Vana, saya selalu rindu dengan keriangan dan kegembiraannya setiap waktu yang selalu menghibur saya. Meski kadang saya juga teringat sedikit beberapa kecerobohan seorang Kak Vana (hehehe, maaf ya kak). Tapi semua itu tak akan pernah saya lupakan. Setiap pagi kami saling membangunkan, saling mengingatkan jam berapa agenda hari ini harus dimulai, pakai pakaian apa hari ini, bagaimana penampilan saya hari ini, sarapan pagi bersama di hotel, saling bantu membawakan koper dan tas punggung, saling menitipkan barang karena takut kelebihan bagasi (itu saya, hehehe) dan yang selalu kami lakukan bersama, kami selalu berjalan berdua di urutan nomor dua dari barisan kontingen.
 
Lihat. tas biru yang saya bawa itu adalah tas Kak Vana, dan tas hitam yang dibawa Kak Vana itu tas saya. Kami bertukar tas karena tas Kak Vana lebih berat dari tas saya, jadi dengan baik hati saya membawakan tas Kak Vana :D
Kami selalu urutan kedua dalam barisan kontingen kemanapun kami pergi. Ini kami saat berada di bandara Incheon, memijakkan kaki di Korea untuk pertama kalinya. Kami sedang mengantri untuk naik kereta api bandara menuju ruang imigrasi untuk pemeriksaan visa.
Hm, jadi rindu semua masa-masa itu, jadi ingat kapan kita terakhir berjumpa. Saat itu pagi-pagi buta menjelang subuh seusai program, Kak Vana harus segera pergi ke bandara, karena jadwal kepulangannya ke Gorontalo memang jadwal pertama diantara kami semua peserta kontingen. Saat itu kami mengantarkan Kak Vana menuju taksi di depan asrama PP-PON yang sudah siap membawanya melaju ke bandara. Dan, detik-detik perpisahan terjadi, tumpahlah satu-persatu air mata kami, dan tentunya saya salah satu yang paling banyak meneteskan air mata, ya, karena memang saya baru saja menemukan keluarga baru, keluarga baru seperti sosok Kak Vana, putri daerah Gorontalo. Sesingkat itu pertemuan kami, dan saat itu kami harus sudah terpisah.
 
Ini saat pertama kali saya jumpa Kak Vana dan sahabat-sahabat IKYEP 2012 lainnya. Ini adalah hari pertama PDT, dan saat itu kami masih belum menjadi couple.

Saat ini Kak Vana tengah berprofesi sebagai guru bahasa Inggris di sebuah sekolah Islam di Gorontalo. Berdasar timeline facebook (https://www.facebook.com/silvana.panigoro) dan obrolan saya beberapa kali, Kak Vana menjadi seorang guru yang super hebat, yang selalu mendampingi anak didiknya mengikuti kompetisi bahasa Inggris tingkat Nasional. Dan tentunya seorang guru yang selalu menjadi idola murid-muridnya, hal ini nampak dari seringnya foto Kak Vana muncul dalam beranda facebook saya bersama murid-muridnya.
 
Kak Vana dengan murid-muridnya.
Well, sampai saat ini ingatan saya mengenai bagaimana logat bicara Kak Vana masih sangat melekat kuat. Bahkan, terkadang ketika kami sedang mengobrol di dunia maya, saya dapat membayangkan bagaimana logat dan ekspresi yang sedang Kak Vana lakukan. Hm, sampai segitunya kah? Iya, sampai sebegitunya saya mengingat Kak Vana, sosok Kakak yang sangat hebat. Saya merasa sangat beruntung mempunyai kesempatan untuk mengenal sosok yang sangat periang dan inspiratif seperti Kak Vana. Terima kasih Kak Vana telah mau mengenal dan menjadi sosok couple yang saling melengkapi. Semoga kakak nggak malu melihat tulisan saya ini yang biasa-biasa saja, karena sesungguhnya yang luar biasa itu adalah kenangan yang ada dalam otak yang tak kan pernah terlupakan.
Kami sedang update status dunia maya saat kami di Toyoko Inn Japan Hotel, Busan.
Perjalanan menuju Bandara Soekarno-Hatta dipagi-pagi buta, bersiap heading ke Korea Selatan.
Disela-sela kesibukan agenda kunjungan di Korea Selatan, kami masih sempat berfoto ria di dalam bis.
Kak Tya (Sulawesi Selatan), Saya, Mang Irwan (Kalimantan Tengah) dan Kak Vana. Saat makan bersama masa-masa karantina.
Kami sedang memakai hanbok, pakaian tradisional Korea Selatan.
Say "Peace...", bergaya dengan batik kontingen.
Kang Asep (Banten), Saya, Kak Vana dan Kak Tya (Sulawesi Selatan). Sarapan pagi di asrama sebelum acara pengukuhan oleh Ibu Menteri Andi Malarangeng.
Kak Vana, Mbak Fani (Jogjakarta) dan Saya di Seoul World Cup Stadium.
 _______________________________________________________
"Olohiyo butuhiyo, lanthingiyo polangiyo". Is there among you who have heard that adage. Surely some of you may have heard that adage, especially for those people Gorontalo. Yes, Gorontalo, a fraction of the wealth of Indonesia, which has a proverb, which means "who is diligent, he was gorged, who is lazy, he is hungry".
Today, Thursday, July 17, 2014, precisely at 23:00 pm. A national private television stations peeling Gorontalo proverb, proverb which I have described above a bit along with their meaning. One thing that can be learned from that proverb, a result will never come for free, but requires effort for anyone who wants to get it. They exist among us, depending on how us, willing or not for a bit trying to achieve.
Talking about Gorontalo, I am have special memories with this province, more precisely with one of the girls are super great from this province. Yes, let me introduce, her name Silvana Panigoro. Gorontalo daughter who is very friendly and energetic this usually called Vana, but because of I am younger, I am used to call her "Kak Vana".
Kak Vana is my partner when I am undergoing Indonesia-Korea Youth Exchange Programme (IKYEP) in 2012 ago. At that time we (I am and Kak Vana) happened to be a couple because of we have the same height, more precisely, we were both participants with the lowest height among other participants, hehehe.
It was a glimpse of how we can be a partner in the program. But it turns out, more behind it, God had planned it all. Gorontalo Princess, which always chirpy, complements I long journey in South Korea to complete the program. Throughout the program I felt very close and entertained with all the behavior which Kak Vana do. Although we have an age difference, but it did not make us feel limited, because of Kak Vana able to act, and youthful, with inexhaustible energy.
Every time any time in the bus, while traveling, Kak Vana always entertaining us all (contingent of Indonesia) with his golden voice. One of the most outstanding talents of Kak Vana was singing talent. Golden voice always color our days during in South Korea.
If remember figure of Kak Vana, I always miss with volatility and excitement every time which always entertained me. Although sometimes I also remember some of the carelessness of a Kak Vana (hehehe, sorry ya kak). But all that I will never forget. Every morning we wake each other, remind each other what time today's agenda should begin, wear what clothes these days, how do I look today, breakfast at the hotel together, help each other to bring luggage and backpack, each entrust the goods for fear of overload luggage (it was me, hehehe) and we always did together, we always walk together in the second sequence of the contingent.
Hm, so missed all that time, so remember when us last met. It was early in the morning before dawn after the program, Kak Vana should immediately go to the airport, because of schedule Kak Vana return to Gorontalo , is the first among our schedule all participants contingent. At that time, we deliver Kak Vana towards the taxi in front of the hostel PP-PON, which is ready to take her drove to the airport. And, the moments of farewell happened, one by one our tears fall, and I certainly one of the most dropping tears, yes, because I just found a new family, a new family like Kak Vana, daughter of Gorontalo province. The shortest of our meeting, and at that time we had been apart.
Currently Kak Vana worked as an English teacher at an Islamic school in Gorontalo . Based on her timeline facebook (https://www.facebook.com/silvana.panigoro) and chat a few times, Kak Vana became a super great teacher, which always accompany their students to follow the English National level competitions. And of course, a teacher which always been an idol of her students, This is apparent from the frequent Vana Kak photo appears in my facebook homepage with his students.
Well, so far my memory about how Kak Vana accent is still very strongly attached. Even, sometimes when we were chatting in cyberspace, I can imagine how the accent and expressions are were Kak Vana doing. Hm, until like that? Yes, until like that, I remember Kak Vana, a very great sister figure. I feel very fortunate have a opportunity to get to know someone who is very jovial and inspiring like Kak Vana. Thank you Kak Vana has been willing to recognize and become a figure of complementary couple. Hopefully you are not embarrassed to see my writing, writing is mediocre, because in fact, is amazing is our memories in the brain, are will never be forgotten.