21/11/14

0

Aceh (Gayo) Dunianya Pecinta Kopi

Posted on 21 November 2014

"Coffee is a language in it self"
(Jackie Chan)

Hari kamis merupakan hari yang penuh dengan rutinitas mahasiswa yang harus dilalui tiap minggunya, salah satunya saya. Kamis biasanya menjadi hari yang kurang padat untuk saya, tetapi tidak untuk hari kamis kemarin. Kamis yang beda dari kamis biasanya. Dua skill yang harus dilalui dalam satu waktu dua puluh empat jam cukup membuat otak saya berteriak kepanasan mencari-cari anti piretik untuk mencegah kejang otak padanya.

Bertepatan dengan Banda Aceh Coffee Festival 2014, sepertinya acara itu cocok untuk dijadikan obat penurun panas yang terjadi pada otak saya. Tanpa pikir panjang, langit sore yang mulai memerah saat itu menemani saya untuk beranjak meninggalkan kampus tercinta untuk bergerak menuju lokasi perhelatan tersebut. Bersama empat sahabat saya (sebut saja Reva, Iyan, Ichsan dan Azka) kami melaju di jalanan aspal menantang hujan yang seditik rintik.

Kesan pertama setiba kami di lokasi, excited, meskipun festival tahun ini tidak seheboh dan semegah tahun kemarin. Dengan disambut gapura ala-ala retro tahun 70-an, kami menyempatkan diri untuk mengabadikan momen-momen tersebut.

Sajian pertama dari festival tersebut, kami disambut dengan banyak cafe dengan tempat duduk yang unik yang menjajakan berbagai jajanan Aceh. Sesaat setelah jalan kesana-kemari, barulah kami memijakkan kaki ke gedung utama tempat perhelatan ini digelar. Dan di pintu utama, kami disambut dengan kompetisi mengkompos Sanger (salah satu minuman yang berbahan baku susu dan kopi yang legit dan nikmat rasanya) dengan gaya dan aksi peserta yang memukau sambil melayang-layangkan saringan penyaring Sanger.

Sambutan kedua kami diambil alih oleh seorang pemuda berbadan tegap, tinggi berkaos hitam yang nampak tidak begitu aneh. Sesaat kami tidak menyadari, sesaat kemudian kami terkaget-kaget, seekor luwak bertenteng santai di punggung pemuda tersebut. Ini merupakan kali pertama saya melihat luwak, salah satu hewan pemroses biji kopi, secara langsung di depan mata. Kesan pertama, luwak itu sangat lucu, hidungnya moncong, bola matanya jernih, membuat semakin imut dan ingin meremas-remasnya. Tak tahan kami meliha kelucuan luwak, kami memberanikannya untuk membelai. Belaian pertama berhasil membuat Iyan mencetak rekor baru dalam hidupnya, tak mau kalah saya mencoba memberanikan diri untuk membelai juga. Dan kawk, entah mengapa ketika saya belai, luwak tersebut menggigit tangan saya, ouwh, betapa malang nasibku. Tapi tak mengapa, rasa gigitan itu tak jauh beda dari gigitan kucing dewasa seperti biasa.

Beranjak dari luwak, kami melanjutkan perjalanan menyusuri setiap stand yang menyajikan aneka jenis kopi dengan macam-macam campurannya, aneka cara pemrosesan kopi, aneka penyajian kopi dan aneka cangkir-cangkir imut untuk melengkapi kenikmatan saat menyeruput kopi.
Sampai di tengah hall, kami menemui panggung megah yang bertemakan kopi dengan word art bertuliskan "Coffeeology", sejenak saya berfikir, apa maksud dari tulisan itu, dan saya menyadari ternyata tulisan itu mengarah pada ilmu yang mempelajari tentang kopi. Memang ini kali pertama saya menjumpai istilah itu, karena mungkin memang saya bukan coffee holic, makanya saya kurang mengetahui dengan istilah-istilah dunia kopi.

Tak hanya menyajikan stand-stand yang penuh dengan aneka macam kopi, ternyata festival ini juga memanjakan pengunjung dengan suatu stand yang mereka sebut "Museum Kopi". Tentu semuanya sudah tidak asing dengan istilah tersebut, ya, di stand itu kita bisa belajar banyak mengenai kopi dan segala tentangnya. Mulai dari sejarah, jenis, proses pembuatan, kopi-kopi unik, sampai jenis-jenis kesenian yang dimix dengan kopi. Salah satu yang membuat saya terpukau adalah seni melukis gambar di atas campuran kopi dengan susu panas. Berbagai gambar dapat dibentuk sesuai selera dengan teknik seni yang tinggi.

Berbicara mengenai kopi, meskipun saya buka pecinta kopi yang bisa merasakan kenikmatan kopi di setiap seruputannya, tapi saya juga punya pengalaman tersendiri dengan kopi. Dua kopi yang membuat hidup saya berkesan dengan adalah kopi Dayah Liqaurrahmah dan Kopiko 78°C. Bukan maksud promosi produk di sini, tapi benar adanya, dua kopi tersebut lah yang selama ini membuat saya merasakan betapa nikmatnya meneguk kopi.

Kopi Dayah Liqaurrahmah merupakan salah satu kopi legendaris di dayah tersebut yang mampu menghipnotis setiap orang yang mencicipinya, apalagi saat pertama kali mencicipinya. Termasuk saya, kali pertama saya mencicipi kopi tersebut, waw, inilah, inilah kali pertama saya bisa mengetahui betapa nikmatnya kopi. Rasa kopi yang beda dari biasanya, ketika ketika menikmati setiap tetesan kopi Dayah Liqaurrahmah yang masuk ke dunia pengecapan, ada sedikit rasa perpaduan antara coklat sedikit pahit dengan rasa kopi khas yang sedikit legit. Benar-benar komposisi yang sempurna yang bisa membuat saya untuk menikmati detik demi detik bersama kopi tersebut dan enggan untuk langsung menegak habis kopi tersebut. Inilah kopi Dayah Liqaurrahmah, yang kata sebagian penuntut ilmu di sini menjadi daya tarik tersendiri untuk menuntut ilmu Agama Islam di sini.

Sedang kopiko 78°C mempunyai arti tersendiri mengawal karir akademik saya di Fakultas Kedokteran. Minuman ini merupakan salah satu minuman setia yang menemani larut malam saya sebegai penuntut ilmu, terlebih jika menjelang detik-detik ujian blok. Ya, menurut saya, ini merupakan satu-satunya minuman yang ampuh untuk menghilangkan rasa kantuk yang menyelimutu kelopak mata saya. Meskipun kebiasaan ini tidak baik dalam dunia kesehatan, yang sangat bertolak belakang antara perilaku dengan apa yang saya pelajari, tetapi setidaknya minuman ini telah membantu saya untuk membeli waktu yang kata orang harta termahal di dunia. Setidaknya minuman ini dapat menyelamatkan nilai ujian blok saya ketika harus beradu dengan kersanya dunia. Ya, dunia memang keras, inilah realitas, tidak semua praktisi kesehatan yang mempelajari tentang gaya hidup sehat dapat menerapkan semua ilmu yang dia tuntut, karena memang ini adalah tuntutan peran dari panggung sandiwara dunia.

Banda Aceh, jumat yang panas sebelum beranjak ke Masjid, 211114.

Di depan gapura ala-ala retro tahun 70-an.
Di depan pintu utama sebelum masuk hall pameran.
Penampakan Luwak.
Saya - Reva - Ichsan
Coffeeology
Kopiko 78 (derajat) Celcius
Kopi Dayah Liqaurrahmah
Bersama Iyan di Muesum Kopi