0

Senyum Yang Dirindukan

Posted on 04 Mei 2016

Senyum Yang Dirindukan

Pancaran senyum tulus nan ikhlas yang selalu menghiasi setiap detik waktu yang engkau persembahkan
Pancaran senyum sebagai refleksi akhlak mulia yang tumbuh dari dalam jiwamu
Pancaran senyum yang menenangkan setiap jiwa yang menatapmu

Sungguh wahai Guru Mulia, senyummu bak senyum penghulumu
Meski diri ini belum pernah melihat senyum Sang Rasul, tetapi senyummu sudah sedikit mewakilinya
Senyum dari Sang Dzuriat Kekasih-NYA yang dapat sedikit mengobati rasa kerinduan ini

Dibalik setiap senyum ikhlas yang engkau pancarkan
Beriringan kerja keras dan pengorbananmu dalam menegakkan kalimah Allah
Beriringan kasih sayang dan kesabaranmu dalam menghadapi berbagai tingkah polah muridmu

Setiap peluh yang menetes
Setiap air mata yang jatuh
Setiap lelah yang menghampiri
Tak pernah sedikitpun menurunkan semangatmu dalam memikirkan umat Rasul
Doa yang kau iringkan disetiap sujudmu, tak lebih dan tak bukan hanya untuk umat Rasul

Nasihatmu yang tertutur indah bak mutiara
Lembut mengalir disetiap indra pendengaran kami
Sarat akan nilai luhur dan pedoman
Panutan yang mengarahkan ke dalam kedamaian

Kau ajarkan kami menemukan kedamaian
Kau ajarkan kami menggapai keikhlasan
Kau ajarkan kami membagi kebahagiaan
Kau ajarkan kami mengajak ke dalam kebaikan

Pengorbanan dan perhatianmu kepada kami melebihi pengorbanan dan perhatian kami untuk diri kami sendiri
Entah dengan apa kami dapat membandingkan ribuan pengorbanan yang telah engkau curahkan
Entah dengan apa kami dapat membalas setiap pancaran ilmu yang kau berikan

Mungkin hanya doa beriring syukur yang kami panjatkan
Semoga rahmat Allah senantiasa tercurah padamu
Kesehatan dan Keberkahan selalu mengiringi setiap langkahmu
Dan Allah persembahkan rumah di dalam Jannah-NYA kelak

Sungguh wahai Guru Mulia, mengingatimu tak ubahnya menjadi stimulus
Stimulus akan mengingati kakek moyangmu
Tanpa tersadari, air mata telah membendung dalam pelupuk
Jatuh beriringan dengan setiap rasa syukur yang terucap
Sungguh dirimu adalah salah satu nikmat
Nikmat yang sangat disyukuri setelah kami mendapati risalah Muhammad

Setiap detik yang terlalui di sini
Dalam jarak ratusan kilometer darimu
Hati ini selalu rindu
Rindu akan kedekatan itu
Memandang teduh wajahmu secara langsung
Mendengar nasihat-nasihatmu yang sarat akan tuntunan
Meneladani setiap akhlak yang kau perbuat
Memandang senyum ikhlasmu
Mendengar setiap lantunan sholawat darimu
Sungguh semua itu tak pernah lari dari otak dan ingatanku

Selembar foto yang terkirim melalui udara
Sedikit mengobati rasa rindu ini
Hingga sedikit persembahan ini ada
Persembahan yang terpancar tulus dari dalam hati
Meneladanimu adalah bagian dari tuntunan kami
Mensyukurimu adalah bagian dari kebahagiaan kami

Blitar, 4 Mei 2016
Muridmu

*Sebuah Hikayat, Sebuah Persembahan, dari Sang Murid, sebagai tanda rindu dan penghormatan terhadap Sang Guru Mulia
*Foto persembahan dari Akhi Dwiky

0

Antara Sistem Dan Pasienku

Posted on 17 Desember 2015

 
Bagaiman bisa seorang dokter yang belum sejahtera dituntut untuk mensejahterakan pasiennya?
Secara logika memang itu adalah hal yang mustahil.
Tapi saya yakin pasti ada dokter-dokter yang berada dalam keadaan teesebut masih tetap bisa mensejahterakan pasiennya.
Ya, itulah yang disebut sebagai dokter, dokter yang sebenarnya.
Dokter yang hanya mengutamakan pasiennya.

Kami (dokter) mencoba acuh terhadap segala sistem manajemen kesehatan dengan tetap mengutamakan kesejahteraan pasien sebagai ujung dari jalan panjang kami dalam mengabdikan ilmu.
Lantas, tegakah kalian wahai pemimpin bangsa untuk terus mendzolimi kami sebagai pengemban profesi yang mulia?
 

0

Calon Istriku, Maafkan Calon Suamimu Ini

Posted on 06 Desember 2015



Calon istriku, maafkan calon suamimu ini.
Aku hanya mampu menempatkan cintamu pada urutan ke-6 setelah aku mencintai Allah, Rasul, Abah, Ibuk dan Kakak Perempuanku.
Dan jika nanti engkau bersedia mendampingiku, maafkan aku, aku justru akan menurunkan tahta cintaku padamu pada urutan ke-8.
Karena aku juga harus mencintai kedua orang tuamu.

Calon istriku, maafkan calon suamimu ini.
Sebagai seorang dokter, setiap hari aku selalu berusaha mengobati orang sebanyak dan semampuku.
Ketika berhasil, orang menganggapku sebagai pahlawan yang kuat.
Sejujurnya, aku ini makhluk rapuh.
Aku kuat karenamu.
Dokter adalah profesi yang setiap hari aku geluti.
Tapi sesungguhnya engkaulah dokter pribadiku.
Hangat senyum dan sambutanmu ketika aku baru saja tiba di rumah, itu adalah obat yang setiap hari membuatku tetap sehat, tetap semangat dan tetap bergairah dalam menjalani takdir Allah.
Sabarnya dirimu dalam mendengar segala keluh kesahku selama bekerja, adalah terapi stress yang paling mujarab.
Pun segelas teh hangat yang kau sajikan untukku disela-sela aku membaca jurnal-jurnal untuk tetap memperbaharui ilmu-ilmu medisku, adalah makanan terbaik untuk otakku agar tetap on selama itu.

Calon istriku, maafkan calon suamimu ini.
Maafkan aku yang sehari-hari justru lebih banyak mengurus pasienku.
Maafkan aku yang jarang ada di rumah, dan ketika aku pulang, aku sudah lelah, aku kurang bisa membantumu dalam banyak hal.
Tapi disetiap detikku dalam melayani pasien, selalu terbesit doa untukmu agar engkau selalu sehat, kuat dan semangat dalam melalui hari-hari bersamaku.

Untuk calon istriku, tunggulan saat itu tiba.
Saat di mana calon suamimu ini datang dan meminta Ayahmu untuk merestui setengah jalanmu menuju surga.

Banda Aceh, 5 Desember 2015

0

(Mungkin) Aku Sahabatmu

Posted on 27 November 2015

Lagi, lagi dan lagi. Tak henti-hentinya isyarat itu bermunculan dalam kehidupanku. Satu notif kembali masuk dalam akun facebook ku. Masih sama, petuah sarat akan makna dari idola saya.

Kali ini tidak untuk orang lain, pesan mendalam ini mungkin lebih ditujukan untuk saya. Pertanyaan besar yang patut dibebankan pada diri kita masing-masing. Apakah kita layak disebut sebagai seorang sahabat? Ataukah justru kita adalah musuh berkedok sahabat?

Aku masih ingin menjadi sahabatmu. Aku berdoa agar selalu bisa menjadi sahabatmu. Aku ingin terus mengajakmu ke arah kebaikan. Aku ingin kebaikan ini juga ada pada dirimu. Tapi mungkin kini caraku berbeda. Setalah cara-caraku sebelumnya kau muntahkan bulat-bulat. Saat ini aku berjuang dengan cara yang Allah dan Rasulku ajarkan ketika seorang muslim ada pada posisi yang selemah-lemahnya. Ya, posisi selemah-lemahnya. Apa dayaku yang mungkin kau anggap sebagai tong kosong berbunyi nyaring. Tetapi setidaknya, dalam posisi yang paling lemah ini, aku masih menginginkan kebaikan itu juga ada pada dirimu. Ya, ada pada dirimu. Semoga kita bisa berjalan bersama kembali di jalan kebaikan yang dulu pernah kita perjuangkan bersama-sama. Amin.

Banda Aceh, 27 November 2015
Yang (Mungkin) Pernah Kau Anggap Sahabat

0

Untukmu Yang Pernah Menemaniku Dalam Jalan Kebaikan

Posted on 25 November 2015

Beberapa hari yang lalu saya mendapati sebuah notifikasi dari fanpage facebook yang saya ikuti. Saya dapati sebuah gambar yang mempunyai makna mendalam. Gambar tersebut berasal dari salah satu orang yang amat saya cintai. Pun makna dari gambar tersebut adalah unek-unek pikiran yang selama ini saya resahkan. Lebih tepatnya unek-unek yang susah untuk dituangkan dalam kata-kata. Apalagi untuk disampaikan ke orang lain.

Memang Allah sang maha penyimpan rahasia, yang maha merencanakan jalan hidup hambanya, dan maha mengetahui apa yang terbaik untuk hambanya. Kehadiran gambar ini juga sudah digariskan olehNYA. Saya yakin tidak ada sesuatu yang sia-sia. Pasti ada hikmah dibalik kehadiran gambar ini. Setelah saya merenung untuk beberapa hari, saya merasa ini memang saat yang tepat untuk menyampaikan apa unek-unek yang ada dalam pikiran saya.

Teruntuk dirimu yang selama ini risih atas kehadiran saya, risih atas kecerewetan saya, maupun risih akan ajakan-ajakan saya. Saya pribadi memohon maaf. Tapi dibalik semua itu, tidak ada sedikitpun niat buruk saya untuk mengganggumu. Yakinlah semua itu saya lakukan hanya untuk kebaikanmu. Saya tak mengharap apapun atas apa yang saya lakukan, di sini saya hanya bisa mengajak dan menunjukkan mana jalan yang lebih baik. Karena saya tahu, sesungguhnya hanya Allah lah sang maha membalikkan hati untuk memberikan petunjuk.

Pun jika hal itu dibalas dengan cibiran, mungkin hal itu akan membuat saya merasa sedih di awal. Tapi semua itu telah mengingatkan saya akan perjuangan baginda Rasulullah akan perjuangannya dalam mengislamkan dunia. Bagaimana saya menjadi sedih jika cibiran yang Rasul terima lebih dan bahkan lebih dari apa yang saya terima? Sungguh apa yang saya terima saat ini tidak ada bandingannya sama sekali dengan segala yang Rasul terima selama mengajak orang-orang terdekatnya menuju ke arah kebaikan.

Cukup sampai di sini perjuangan nyata yang bisa saya lakukan. Bukan berarti saya menyerah, tapi saya akan terus berdoa untuk kebaikanmu. Cuma ini yang bisa saya usahakan. Sungguh Allah sang maha penentu jalan hidup hambanya. Sekuat apapun perjuangan yang saya lakukan untukmu, jika Allah berkata tidak, semua tetaplah tidak. Untuk itu tak henti-hentinya saya meminta kepada Allah agar segera menurunkan seberkah kesadaran untukmu. Saya akan selalu menantimu di jalan ini dan tak akan pernah bosan untuk mengharapmu datang.

Banda Aceh, 25 November 2015
Sesorang yang pernah engkau temani dalam jalan kebaikan.

0

Untuk Calon Istriku...

Posted on 19 November 2015



#‎DocStory‬
Menjadi Istri Seorang Dokter

Pernikahan adalah ibadah yang diganjar dengan separuh agama. Begitu besar ya, ganjaran itu. Maka dengan demikian, kita seharusnya tahu bahwa ia tidak akan mudah. Semua yang imbalannya besar, pasti membutuhkan usaha dan pengorbanan yang besar pula. Meski demikian, pernikahan bukan tidak mungkin dijalani dengan bahagia. Bukankah sejak terucap perjanjian dengan Tuhan, kita tidak lagi berjalan sendirian?

Menjadi istri siapapun tidaklah mudah. Begitu juga menjadi istri seorang dokter. Apalagi, dokter yang baru saja lulus. Dokter yang baru lulus saat ini wajib mengikuti program internsip selama satu tahun. Selama sebulan, pemerintah akan memberikan bantuan hidup dasar sejumlah 2,5 juta rupiah. Selain itu, dokter internsip ini juga tidak bisa praktik sendiri jika menginginkan uang tambahan. Apakah ringan pekerjaannya? Tidak. Selama seminggu, dia akan bekerja setiap hari (kecuali jika tugas poli maka minggu bisa libur).

Lalu apa yang harus dilakukan istrinya? Mengerti. Hanya itu. Mengerti bahwa pekerjaannya tidak mudah, bahwa nafkah yang dia berikan adalah anugerah. Seberapapun banyaknya, harus dicukupkan. Mungkin, 2,5 juta itu harus dibagi dengan mertua dan adik ipar. Mungkin, 2,5 juta itu harus dipotong pajak, keperluan biaya simposium/
workshop suami, dan biaya asuransi kesehatan. Namun, rasa cukup adalah syukur, dan Tuhan akan menambah rizki bagi siapapun yang bersyukur.

Mengertilah juga bahwa istri adalah rumah bagi suaminya, istri juga pakaian bagi suaminya. Maka jadilah rumah yang teduh, yang menjadi motivasinya dengan ikhlas melayani pasien karena di penghujung tugasnya ada istri yang menjadi tempatnya merebahkan segala lelah, yang mungkin ditahan dan disembunyikannya dari para pasien dan rekan kerja. Maka jadilah pakaiannya, ingatkan jika ada kesalahannya dengan cara yang baik, dan jangan mengumbar apa yang ada di antara istri dan suami kepada orang lain.

Menjadi istri siapapun tidaklah mudah. Begitu juga menjadi istri seorang dokter. Apalagi, dokter yang sedang menjalani pendidikan dokter spesialis (PPDS). Lamanya bertahun-tahun dan butuh kesabaran ekstra. Dan selama bertahun-tahun itu, PPDS tidak diperbolehkan bekerja. Maka tabungan adalah hal wajib yang harus disusun sejak lama. Perencanaan harus matang jauh sebelumnya. Di tahun-tahun pertama, dia akan begitu sibuk dengan senior-seniornya. Bukan karena lupa kepada keluarga, melainkan dia tidak punya pilihan lainnya. Maka sekali lagi mengertilah.

Mengertilah bahwa dia hanya ingin lekas lulus dan menyelesaikan studinya, sehingga bisa pulang kepada keluarganya. Mengertilah bahwa tekanan yang diterimanya besar dan banyak. Maka tidaklah perlu menambah tekanan baginya, tetaplah menjadi rumah yang teduh dan pakaian yang baik baginya. Dukungan dan do’a keluarga yang tanpa henti berarti lebih daripada nilai sempurna pada Board Examination manapun.

Menjadi istri siapapun tidaklah mudah. Begitu juga menjadi istri seorang dokter. Apalagi, dokter yang selalu dipandang setiap gerak-geriknya oleh masyarakat. Maka istri dan keluarga adalah cerminan dokter tersebut.

Lalu apa yang harus dilakukan istri? Sekali lagi adalah mengerti. Mengertilah, bahwa dengan menjadi istri seorang dokter, maka telah memilih untuk menjadi bagian dari sorotan masyarakat. Dengan demikian, jadilah istri yang baik. Jadikanlah anak-anaknya terdidik dengan baik. Bukankah sekolah pertama setiap anak adalah ibunya? Jadikanlah istri dan anak-anak sebagai nama baiknya sebagai suami dan seorang dokter.

Menjadi istri siapapun tidaklah mudah. Begitu juga menjadi istri seorang dokter. Jika seorang dokter merupakan profesi mulia, bukankah menjadi rumahnya menjadi lebih mulia?
[nyd]

0

Aku Rindu Sahabatku Yang Seperti Dulu

Posted on 16 November 2015






Aku rindu sahabatku yang seperti dulu.
Seperti yang pertama kukenal.
Yang mau menyapa dan mengajak ku bercanda.
Yang saling mengingatkan untuk kebaikan.
Yang melangkah di sebelahku untuk bersama-sama pergi ke meunasah.

Bukan seperti saat ini.
Yang hanya egois mementingkan kepentingannya sendiri.
Yang selalu duduk di depan laptop seharian penuh.
Yang susah diajak menuju arah kebaikan dengan beribu-ribu alasan.

Aku rindu sahabatku yang seperti dulu.
Meski kini semua telah berbeda.
Tapi aku akan selalu mendoakanmu.
Semoga engkau bisa menjadi seperti yang kukenal dulu.